PENDIDIK PROFESIONAL DALAM ISLAM

Thursday, April 15, 2021

 

Dalam dunia pendidikan, sebutan guru dikenal sebagai pendidik dalam jabatan. Pendidik jabatan yang dikenal banyak orang adalah guru, sehingga banyak pihak mengidentikkan pendidik dengan guru. Sebenarnya banyak spesialisasi pendidik baik dalam arti teoritisi maupun praktisi yang pendidik tapi bukan guru. Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang berusaha memperbaiki orang lain secara Islami. Mereka ini bisa orang tua (ayah-ibu), paman, kakak, tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat luas. Khusus orang tua, Islam memberikan perhatian penting terhadap keduanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, serta sebagai peletak fondasi yang kokoh bagi pendidikan anak-anaknya di masa depan. Banyak dalil naqli yang menunjukkan hal ini, misalnya sabda Rasulullah SAW : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanya yang menjadikan mereka beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhari).”

Guru dalam perspektif pendidikan Islam dengan kata "murobbi, mu'allim, mudarris, mu'addib, dan mursyid" yang dalam penggunaannya mempunyai tempat tersendiri sesuai dengan konteksnya dalam pendidikan. Mujib (2006: 87) menjelaskan istilah guru sebagai "Al-Ustadz dan Asy-Syaikh”. Muhaimin sebagaimana yang dikutip oleh Abdul mujib memberikan rumusan yang tegas tentang pengertian istilah guru dalam penggunaannya dengan menitikberatkan pada tugas prinsip yang harus dilakukan oleh seorang pendidik.  Berikut beberapa istilah guru yang dikemukakan oleh Mujib (2006) yaitu:

·         Murobbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya (lingkungannya).

·         Mu'allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasai, serta implementasinya (amaliah nyata).

·         Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan maupun keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan anak didiknya, memberantas kebodohan mereka serta melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

·         Mu'addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa kini maupun masa yang akan datang.

·         Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, suri tauladan dan konsultan bagi peserta didiknya dari semua aspeknya.

·         Ustadz adalah orang yang mempunyai komitmen dengan profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja yang baik, serta sikap countinious improvement (kemajuan yang berkesinambungan) dalam melakukan proses mendidik anak. 

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka guru dalam Islam dapat dimaknai sebagai orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik yang bertugas untuk mendidik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Al-Ghazali menggambarkan kedudukan guru agama sebagai berikut: ”Makhluk di atas bumi yang paling utama adalah manusia, bagian manusia yang paling utama adalah hatinya. Seorang guru sibuk menyempurnakan, memperbaiki, membersihkan dan mengarahkannya agar dekat kepada Allah azza wajalla. Maka mengajarkan ilmu merupakan ibadah dan merupakan pemenuhan tugas dengan khalifah Allah. Bahkan merupakan tugas kekhalifahan Allah yang paling utama. Sebab Allah telah membukakan untuk hati seorang alim suatu pengetahuan, sifat-Nya yang paling istimewa. Ia bagaikan gudang bagi benda-benda yang paling berharga. Kemudian ia diberi izin untuk memberikan kepada orang yang membutuhkan. Maka derajat mana yang lebih tinggi dari seorang hamba yang menjadi perantara antara Tuhan dengan makhluk-Nya daam mendekatkan mereka kepada Allah dan menggiring mereka menuju surga tempat peristirahatan abadi.”.

Secara etimologi, kata profesi bisa berasal dari kata profesien, yang  dapat mengandung arti pandai, cakap, piawai. Selain itu profesi juga dapat berarti riwayat pekerjaan tetap, mata pencaharian, dan pekerjaan yang merupakan sumber kehidupan (Partanto, 1994: 627). Secara sederhana makna profesi adalah pekerjaan, yaitu suatu kebiasaan yang dilakukan seseorang sehingga ia dapat hidup dari hasil keringatnya (Purwanto, 2007: 1). Dalam hal ini, profesi erat kaitannya dengan profit atau pendapatan keuntungan sehingga seseorang dapat hidup dan membiayai aktifitasnya melalui pekerjaannya. Jadi profesi itu menjadi sumber pendapatan nyata bagi seseorang. Berdasarkan makna etimologis, maka profesi dapat diartika sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang ahli atas dasar pengakuan dari orang lain yang disertai dengan bukti riel (nyata) bahwa orang yang melakukan pekerjaan tersebut harus benar-benar mampu melaksanakan pekerjaan yang memang sudah menjadi keahliannya. Pengakuan itu bisa berasal dari masyarakat atau pengguna jasa, bahkan dapat juga pengakuan itu berasal dari karya ilmiah yang dihasilkan baik yang dilakukan secara konseptual aplikatif maupun konseptual murni.

Istilah dari kata profesional, profesionalisme dan profesionalisasi dapat dimaknai berbeda, oleh karena itu perlu didefinisikan secara spesifik. Istilah profesional merujuk pada dua hal yaitu: pertama, terkait dengan orang yang menyandang suatu profesi. Maksudnya adalah berkaitan langsung dengan diri orang yang berprofesi, baik yang menyangkut faktor bawaan ataupun faktor pengaruh lingkungan. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan mengabdikan dirinya pada pengguna jasa dengan disertai tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya. Kedua, terkait dengan kinerja yang dilakukan seseorang dalam melakukan kinerja sesuai profesinya. Artinya orang tersebut dalam bekerja mempunyai kemampuan dan menguasai kiat-kiat khusus melakukan pekerjaannya, sehingga mempunyai kemudahan-kemudahan dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Profesionalisme secara leksikal berarti bersifat profesional (dalam bahasa Inggris berasal dari kata professionalism). Dalam kamus bahasa Indonesia profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi (Depdikbud, 2005). Orang yang bekerja secara profesional, memiliki sikap yang berbeda dengan orang lain, meskipun pendidikan, jenis pekerjaan, tempat bekerja itu mempunyai kesamaan dengan orang lain, akan tetapi kinerjanya tetap akan berbeda. Sifat profesional yang dimaksud adalah seperti apa yang ditampilkan dalam perbuatan (aksi), dan bukan apa yang dikatakan bahwa saya adalah seorang profesional. Sehingga profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya dengan terus mengembangkan strategi-strategi yang akan digunakan dalam melakukan pekerjaannya.

Apa yang disampaikan para ahli pendidikan Islam di atas adalah persyaratan guru agama secara umum. Sedangkan bagi guru agama  profesional, ada beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi. Untuk kasus Indonesia, misalnya, ketentuan tentang guru profesional diatur dalam Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan, guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.  Istilah profesional dalam definisi guru di atas, menunjuk pada pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Islam memandang kerja sebagai sesuatu yang luhur dan mulia bahkan menempatkannya sebagai salah satu wujud ibadah, selama niatnya ditancapkan secara benar dan prakteknya juga tidak menyalahi aturan Allah. Islam sangat memberi motifasi yang kuat kepada orang yang suka bekerja dengan baik, bukan hanya demi mendapatkan keuntungan di dunia tapi juga akan mendapatkan pahala kelak di akhirat. Dalam Islam sudah sejak awal pertumbuhannya telah melakukan pembinaan terhadap lingkungan sosio kultural tentang kerja sebagai bagian dari perintah agama. Selanjutnya pandangan Islam terhadap pendidikan khususnya bagi profesi guruadalah Islam sangat memberikan perhatian hampir dalam semua aspek yang ada dalam pendidikan. Pada saat ini, pendidikan dianggap sebagai kekuatan utama dalam komunitas sosial yang dapat menjadi penyeimbang terhadap laju perkembangan sain dan teknologi. Disamping guru memiliki keterlibatan di dalam menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru menempati posisi yang strategis didalam proses pendidikan.

Fuad Hasan (mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) pernah menyinggung bahwa sasaran pendidikan sebetulnya bukan hanya untuk membuka peluang, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, ketrampilan dan keahlian (having), namun ada hal yang terlupakan yakni tidak boleh mengabaikan tugasnya didalam membangun pribadi sebagai penanggung jawab eksistensi manusia. Bahkan beliau menegaskan lebih lanjut bahwa pendidikan itu harus lebih ditujukan dalam rangka untuk membentuk mantapnya kesejatian diri (Tolkhah, 2004: 22).

Agar tidak terjadi penyimpangan dalam menjalankan fungsi profesional guru, dalam agama Islam diingatkan dengan isyarat kepada manusia agar tidak mengambil jalan pintas dengan memperlakukan orang lain untuk bekerja di luar kemampuan yang dimiliki. Peringatan tersebut diberikan melalui firman Allah swt dalam berbagai versi kalimat, baik versi kalimat aktif maupun kalimat pasif. Firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 233: Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya. Dan surat Albaqarah 286: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ayat tersebut turun berkenaan dengan rasa keberatan para sahabat nabi, ketika nabi Muhamad menerima firman Allah pada ayat sebelumnya dan didalamnya terdapat kewajiban yang harus dilaksanakan, kemudian para sahabat bermohon agar mereka memperoleh keringanan karena mereka merasa berat dan tidak mampu mentaati perintah dengan sepenuhnya (Al-Suyuthi, 1986: 98). Selanjutnya Allah swt secara tegas memberikan penjelasan dan tuntunan kepada manusia agar tidak mengerjakan sesuatu diluar kemampuannya.

Ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru profesional, yaitu; kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran), kompetensi kepribadian (kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik), kompetensi profesional (kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam), dan kompetensi sosial (kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/walai peserta didik, dan masyarakat sekitar).

Untuk mendapatkan keprofesionalan dalam profesi guru setidaknya ada beberapa cirri-ciri khusus bagi seseorang tatkala seorang guru itu ingin berkarir secara professional dan cirri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: 1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial; 2) memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu yang diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah; 3) didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas dengan diperoleh dalam pendidikan  dengan masa tertentu yang cukup lama; 4) aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional serta memiliki kode etik; 5) kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya; 6) memiliki tanggung jawab professional dan otonomi; 7) ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya (Sukmadinata, 1997:191).

Adapun persyaratan Untuk menjadikan profesi guru itu menjadi yang professional, maka persyaratannya adalah sebagai berikut: 1) jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual dengan menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus; 2) jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama dengan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan; 3) jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen dengan menentukan baku (standarnya) sendiri; 4) jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi; 5) jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin rapat (Soetjipto dan Kosasi, 2000:18).

Menurut Danim (2002:30) untuk melihat profesionalitasnya seorang guru dapat dilihat dari dua prespektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat seorang guru itu mengajar. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan dan lain-lain, melalui kedua prespektif tersebut dapat diketahui bagaimana kualitas dan kapabelitas seorang guru tersebut. 



DAFTAR PUSTAKA

 

Kosim, M. (2008). Guru Dalam Perspektif Islam . Tadris, 52-55.

Munir, M. A. (2018). Revitalisasi Kompetensi Profesionalisme Pendidik Di Dalam Pendidikan Agama Islam. Jurnal eL - Tarbawi, 67-70.

Nugroho, W. N. ( 2016). Strategi Pengembangan Profesionalisme Tenaga Pendidik di Madrasah .Mudarrisa Jurnal Kajian Pendidikan Islam , 322-326.

Suriadi. (n.d.). Profesionalisme Guru dalam Perspektif Al-Quran . Lentera Pendidikan, 10-14.




You Might Also Like

0 komentar

About Me

Like us on Facebook

Instagram