SENANDIKA
Tuesday, September 22, 2020
Semula anila mencoba bertamu,
mengajakku untuk memberikan kebenaran akan hadirmu. Yang kurasa semua hanyalah
bualan belaka, ditemani bumbu dusta pada setiap ucapannya. Dalam
lembar-lembarku yang usang, dalam tinta-tinta keperakan yang mencoba untuk
mengabadikanmu dalam bait-bait puisi penuh rindu. Satu hari kutemu, seribu
kalkulasi kurindu. Seribu kata temu, akhirnya aku yang diduakan oleh senyum
manis itu.
***
Anila terlalu canggung untuk
menyapa saat menemukanku yang tengah tersedu di balik batu itu. beralaskan
debu-debu hitam, bertelangjang kaki aku berjalan. Berselimut dingin, aku
mengatakan bahwa “diriku, wanita yang diduakan.”
***
Nyatanya senja datang untuk
kurenungi. Semua orang mungkin akan mengagumi jingga yang terlihat elok ku
tatap sendiri. Yang terkadang diamku tidak ingin berbagi. Dalam bait-bait pikir
yang mulai kuresapi. Kini, sebuah sendu mengatakan bahwa “aku boleh rapuh,
tidak untuk jatuh.”
1 komentar
Nyatanya, senandung lirih suaramu selau kunikmati. Pelangi melengkung di angkasa pun ku tak perduli. Awan yang bergerak seakan cemburu, hingga menitikkan air mata rindu.
ReplyDelete